Jumat, 29 September 2017

Pesona Handayani - Destinasti Gunungkidul

Handayani


Serumpun rindu bertumbuh di lereng gunung seribu
Sedebur ombak mengecup hampar pasir Indrayantimu
Pekik riang anak-anak pantai Ngobaranmengusik kenang

Khas aroma sayur tempe lombok ijo menguar di pendopo joglo
Sayang, sayang untuk diabaikan
Sajian nikmat walang goreng
renyah gurih pesaing kerupuk udang
Lumayan untuk temani santap siang di pematang
Memandang Embong langgeran nun indah menawan

"kembali kunjungi aku"
bisik helai-helai pandan Pantai Sepanjang
diaminkan kilau pasir putih Drini
"Keindahan KerliP malam bak kekunang dari Bukit Bintang jangan terlewatkan"
seru gunung api purba menimpali.


Anggun pesona terpeta di hati para pecinta secuil surga semesta
: Yogyakarta lantai dua






Tha, 2017






Jumat, 22 September 2017

Setangkup Rindu - Catatan Hati



Semoga kau ingat bahwa janji kita dulu tak hendak saling mengikat
Saling membebaskan sayap terkepak ke mana hendak
Menjadikan jarak sebagai ruang jeda embuskan hela
Rentangkan sedepa asa meraih makna 
bahwa saling menjaga setia tak meski suka-duka terlalui bersama
Saling mengecup luka, meski persulangan tatap sekadar harap merindu genap

Jika kesejatian rasa belum purna
Bila getar asmara tak menuju sirna
Bila tabah kerinduan menggapai puncaknya ...
Maka pulanglah berpeta indah kenang lalu
Pintu hatiku senantiasa terbuka untukmu
Bahkan tanpa kau ketuk terlebih dahulu

Masuklah ...
Secangkir kehangatan telah menunggu


























" Jangan salah pintu"


Tha, Sept'17

Aku Pada-Mu - Puisi Religi




BENTANG KESUNYIAN

Pada sungkur kening 
Pena hati melukis bening 
Air mata tak jua meniris kering 
Detak biji-biji tasbih, memecah hening 

Embun kerinduan erat berkelindan 
Memagut lembut remah rembulan 
Tetes sunyi lesap di peraduan 
Membasuh gersang, sekian penantian 

Serenyuk rindu lumat 
Detak patah terpepat 
Pendar menyeruak pekat 
Keyakinan terdekap lekat 

Tak sejengkal pun beringsut 
Meski gigil berselimut kabut 
Damba ku, rindu tersambut 
Mesra asma-Mu kusebut 
: hanyut 

Tha, '15

Rabu, 20 September 2017

Penghianat Cinta | Puisi Luka




Memang harus kusebut apa dirimu yang telah menghianati kesejatian rasa ini?
Memporakporanda segenap upaya ketegaran
Segala caci-maki
:ku tak butuh
Sungguh ...

Sedu-sedan terperam kebisuan
barangkali sudi kau renungkan
bahwa cinta bukan sekadar kata
yang bila hilang ucap, kandas pula rasa.
Dan setia bukanlah sekadar rayu semata
yang bila telah tertakluk dalam peluk,
lantas lupa cara menjaga agar tak terluka.

Enyahlah kau
yang tak lagi pantas kusebut kekasih




Tha, 2017

Selasa, 19 September 2017

Ibu





Sekian waktu, berat beban menindih pundakmu hingga renta, garis wajah menua
Kini tak lagi kuasa mengangkat dengan perkasa.
Berkali terlihat kau begitu memaksa diri tuk mencoba,
berulang sekian hingga tak terhitung lagi oleh seluruh jumlah jari termiliki.

Sejak itu, kerap terlihat kau terengah menyeret paksa beban
menggapai ribuan mil jarak tuju
meski sekian waktu hanya mampu menghasilkan beberapa inchi pergerakan atas pengusahaan.
Sedang peluh tak berhenti terperah, berbaur asin air mata.

Dadamu laut, Bu ...
Hamparan sabar dalam melabuh ikhtiar,
sedang aku adalah damba yang kau erami,
berharap kelak menetas keberhasilan, atas risalah doa mengetuk pintu cahaya.

Minggu, 17 September 2017

Keajaiban Cinta






Entah rasa apa pengusik hening jiwa
: semenjak sua pertama
Entah debar bernama apa
peresah naluri
: sejak gelisah menguasai
Mengusik ketegaran untuk tak lagi menjatuhkan hati

Inikah Keajaiban Cinta
Kian kurun terperpenjara dilema
Amis luka mendapati kesembuhannya
Meski cabik ambigu mengusik rapi jahitan
Tetap bertahan dengan rasa tak percaya
Semakin melawan, semakin terdesak pada hampir kekalahan

Pergilah menjauh
Memaling tatap
Mengemas harap
Kecuali mengaminkan seorang aku
Mempecundangi keyakinan hati
untuk dipermainkan perasaan kembali
Menyerah pada ronta jiwa kepada cinta
Bernama "Kamu"



Meragu itu perlu
Meski pada akhirnya luruh jua dalam pelukmu

Jumat, 15 September 2017

Gelandangan





Tidurlah, tidur segenapmu
Rebahlah, rebah segenap lelah
meski beralas kardus bekas
Hidup tak melulu tentang esok makan apa
Mulialah jiwa meski renta
berkarib derita
bersahabat lapar dahaga

Retas bulir di matamu embun
Menyiram tandus asa di ladang doa
hingga pada saatnya tumbuh merimbun
Luka dada berbalut sabar
pada saatnya kan terkecup geletar
dari ikhtiar



Tha, 2017

Rabu, 13 September 2017

Secangkir Kopi Rindu | Catatan Hati





Di gigir sepi merebah kumal nurani
Mengkudusi pendar nun jauh tinggi
Jauh dari jangkau jemari
Jauh melebihi ribuan mil jarak dua hati
: masing-masing sisi merindui
namun kenyataan memunggungi

Sekulum doa memburai berhambur berai
Mengalir bening damba sampai pada waktunya
sepasang sirip sembuh dari luka
bernaung damai di ceruk dada

Kutuang kembali secangkir kopi rindu
yang pernah berdua kita mabuki
Menjejak palung insomnia hingga karam terapung di laut subuh



Tha, Sept '17

Selasa, 12 September 2017

Pagi Bersama Secangkir Kopi

Satu demi satu tegukan menyisa tandas ke ampas
Sedang serangkaian cerita tentang panjangnya jarak pejam dengan keterjagaan
tak rampung terlafadz dari bibir kebisuan semalam.
Secangkir kopi yang tersaji di teras pagi, tak mampu menghangatkan gigil dari
ketelanjangan rindu tanpa sehelaipun benang.

"Kembali teguklah kopimu selagi panas" 
Cangkir ke dua, ke tiga dan cangkir-cangkir berikutnya berkata serupa
pada bibir yang sama.

Pijar mentari meluluhlantah embun di pucuk-pucuk daun
Para petani menggegasi pematang ladang, anak-anak berseragam menjejali
ruang-ruang, sedang para perempuan mulai menuang isi di atas wajan
sebagian menjajar basah pakaian di halaman.
Sedang rindu, tak beranjak dari tempatnya

Senin, 11 September 2017

Duka Nestapa Etnis Rohingya









Berpuluh tahun terlunta
Rangkaian duka Rohingya terpampang pada beribu media
Gegas ketakutan bagai serombongan cemas
terombang_ambing, tersia dalam detak keberadaanya

Rohingya terlunta dirampas jajah hak kemanusiaanya
Didiskriminasi, terusir dari peta peradaban
; anak-anak kehilangan orang tua, perempuan-perempuan diperkosa,
bayi-bayi terampas dari susuan ibunya
Biadab!

Teruslah terpampang di halaman pertama media
Hingga viral keberadaanya Membuka mata seisi dunia
Mengetuk batin seluruh dermawan , relawan, bangsawan hingga sastrawan
Sampai ulur tangan menjamah renta
Puisi-puisi cinta menggema
Doa-doa para hamba membumbung panjatkan pinta
sampai terkucur nikmat_Nya mengobati bilur luka-luka
Atas simpuh pinta dari sesama kepada Rohingya


Binasalah angkara murka
Musnahlah!


September, 2017

Sabtu, 09 September 2017

Merebah Sunyi - Inspirasi Kopi


Dari kesekian rumit menghimpit, memasung ringkih jiwa anak-anak kerisauan
dalam jeruji pengap bernama keputusasaan. Bersamaan dengan itulah setan-setan
merajuk penuh rayu kenikmatan.
Keteguhan naruni dipertanyakan
:akankah tetap bersetia atau mempersekutukan

Gelap mata hanya akan menyisakan sesal sedemikian dalamnya, wahai hati ...
Ingat bahwa sekian teguk kenikmatan yang tertuang telah kau nikmati berulang
; lagi dan lagi bersulang
hingga berkali mabuk kebahagiaan. Tak lantas sekelumit getir mengaburkan syukur
; hanya sesaat tersungkur berlaku kufur

Rebahkan punggungmu pada gigir sepi, wahai hati ...
rentangkan sepuluh jari menengadah dalam kerelaan menjalani
hingga binar yang pergi mampu terengkuh kembali

Tha, 06/09/'17

Landskap Senja

- Puisi Rindu


Landskap Senja

Di rembang petang,
laju matahari tergelincir dari tinggi
Liar gelinjang ilalang laun lunglai
merebahkan semampai pada redup landskap sore.

Mimpi-mimpi tentang gerimis siang dalam peralihan kadar perasaan
  pada lengkung  pelangi kenangan
berangsur samar pudar

Mungkin kelak, pada saat bunga desember rekah kembali
Kekasih Kan mampu terpeluk,
meski rindu terkantuk di senja lapuk


Wonsa, 090917

Minggu, 03 September 2017

September Kelabu | Inspirasi Kopi







Di pangkal september, daun-daun tak habis gugur dicumbu desau angin yang kadang lembut melenakan namun seketika gusar mengempas kasar.
Mengintip peraduan sepimu, tak mampu kutepis cemburu, pada tembok bercat biru yang betapa puas lekat menatap, juga guling yang senantiasa kau dekap temani lelap.
Apa dikata hendak, semua terlewat tak pun tunduk pada munajat. Sekelebat saja kau kurasa ada, nyata. Selebihnya ilusi semata, mengambang di mata berlama-lama sebelum lumat tergerus pusarannya di palung jiwa.

Mari merawat masing-masing sisi
: kau pada benci, sedang aku tetap bertahan dengan kebodohan diri mencintai meski tak secuilpun kausisakan peduli.


Wonsa, 02/09/2017